FAKTOR-FAKTOR PERSONAL YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA
Sabtu, 20 Juni 2020
Tambah Komentar
Populernya Behaviorisme memporakporandakan dalil-dalil McDougall. Orang melihat faktor
situasilah yang penting. Suara Ross menjadi nyaring, terutama di negeri Paman Sam,
kelahiran Behaviorisme. Anda boleh jadi orang yang sangat terbuka dan berterus terang
terhadap isteri Anda, tetapi berjiwa tertutup ketika Anda menjadi manajer kantor. Anda orang
lemah-lembut ketika meminjam uang kepada saya, tetapi berubah menjadi “binatang buas”
ketika saya tagih. Di kantor Anda dominan, keras, kepala batu, dan galak; di rumah, Anda
tunduk kepada isteri Anda seperti kerbau dicocok hidung. Ternyata, situasi atau
lingkungannlah yang menentukan perilaku Anda.
FAKTOR-FAKTOR PERSONAL YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA |
Manakah diantara dua pendapat ini yang benar, dengan menggunakan istilah Edward E.
Sampson (1976) – antara perspektif yang berpusat pada persona (persona-centeres
perspective) dengan perspektif yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective).
Seperti juga konsepsi tentang manusia, yang bbenar tampaknya interaksi di antara
keduanya. Karena itu, kita akan membahasnya satu per satu, dimulai dengan perspektif
yang berpusat pada persona.
Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik
berupa sikap, instink, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia.
Secara garis besar ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Kita mulai
dengan faktor yang pertama.
Faktor Biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lain. Ia lapar
kalau tidak makan selama dua puluh jam, kucing pun demikian. Ia memerlukan lawan jenis
untuk kegiatan reproduktifnya, begitu pula kerbau. Ia melarikan diri kalau melihat musuh
yang menakutkan, begitu pula monyet. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan
manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis
manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan
seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orangtuanya. Begitu besarnya
pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan
manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral berasal dari struktur biologinya. Aliran ini
menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologi (Wilson, 1975).
Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara
genetis dalam jiwa manusia. Program ini, disebut sebagai “epigenetic rules,” mengatur
perilaku manusia sejak kecenderungan menghindari incest, kemampuan memahami
ekspresi wajah, sampai kepada persaingan politik. Walaupun banyak sarjana menolak
sosiobiologis sebagai determinisme biologis dalam kehidupan sosial, tidak seorang pun
yang menolak kenyataan bahwa struktur biologis manusia – genetika, sistem syaraf dan
sistem hormonal – sangat mempengaruhi perilaku manusia. Struktur genetis, misalnya,
mempengaruhi kecerdasan, kemampuan sensasi, dan emosi. Sistem saraf mengatur
pekerjaan otak dan proses pengolahan informasi dalam jiwa manusia. Sistem hormonal
bukan saja mempengaruhi mekanisme biologis, tetapi juga proses psikologis.
Faktor-faktor Sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik
yang mempengaruhi perilakunya. Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga komponen
komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen yang pertama,
yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat
kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kogntif adalah aspek intelektual,
yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek
volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kita mulai dengan
komponen afektif yang terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi.
Motif Sosiogenis
Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan motif primer (motif
biologis), sebetulnya bukan motif “anak bawang”. Peranannya dalam membentuk perilaku
sosial bahkan sangat menentukan. Berbagai klasifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah.
Abraham Maslow:
- Kebutuhan akan rasa aman (safety needs);
- Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs);
- Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs);
- Kebutuhan untuk pemenuhan diri (self-actualization).
Sikap
Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan yang paling banyak
didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh
melalui proses belajar (Sherif dan Sherif, 1956:489). Ada pula yang melihat sikap sebagai
kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan respons (Allport, 1924). Dari berbagai
definisi kita dapat menyimpulkan beberapa hal.
Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam
menhhadapi objek, ide, sitausi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek
sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Jadi, pada
kenyataannya tidak adaistilah sikap yang berdiri sendiri. Sikap haruslah diikuti oleh kata
“terhadap”, atau “pada” objek sikap. Bila ada orang yang berkata, “sikap saya positif,” kita
harus mempertanyakan “Sikap terhadap apa atau siapa?” . Kedua, sikap mempunyai daya
pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan
bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan.
Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif; arinya mengandung nilai menyenangkan atau
tidak menyenangkan, sehingga Bem memberikan definisi sederhana: “Attitudes are likes
and dislike.” (1970:14). Kelima, sikap timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi
merupakan hasil belajar. Karen aitu sikap dapat diperteguh dan diubah.
Emosi
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran,
keperilakuan, dan proses fisiologis. Bila orang yang Anda cintai mencemoohkan Anda, Anda
akan bereaksi secara emosional karena Anda mengetahui makna cemoohan itu
(kesadaran). Jantung Anda akan berdetak lebih cepat, kulit memberikan respons dengan
mengeluarkan keringat, dan napas terengah-engah (proses fisiologis). Anda mungkin
membalas cemoohan itu dengan kata-kata keras atau ketupat bangkahulu (keperilakuan).
Emosi tidak sellau jelek. Emosi memberikan bumbu kepada kehidupan; tanpa emosi hidup
ini kering dan gersang. Paling tidak, ada empat fungsi emosi (Coleman dan Hammen,
1974:462). Pertama emosi adalah pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi kita tidak
sadar atau mati. Hidup berarti merasai, mengalami, bereaksi, dan bertindak. Emosi
membangkitkan dan memobilisasi energi kita; marah menggerakkan kita untuk menyerang;
takut menggerakkan kita untuk lari; dan cinta mendorong kita untuk mendekat dan
bermesraan. Kedua, emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan
diri kita dapat kita ketahui dari emosi kita. Jika kita marah, kita mengetahui kita dihambat
atau diserang orang lain; sedih berarti kehilangan sesuatu yang kita senangi; bahagia berarti
memperoleh sesuatu yang kita senangi, atau berhasil menghindari hal yang kita benci.
Ketiga, emosi bukan saja pembawa informasi dalam komuniaksi interpersonal, tetapi juga
pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Berbagai penelitian membuktikan bahwa
ungkapan emosi dapat dipahami secara universal. Dalam retorika diketahui bahwa
pembicara yang menyertakan seluruh emosinya dalam pidato dipandang lebih hidup, lebih
dinamis, dan lebih meyakinkan. Keempat, emosi juga merupakan sumber informasi tentang
keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan dan mengethuinya ketika kita merasa
sehat wal afiat. Kita mencari keindahan dan mengetahui kita memperolehnya ketika kita
merasakan kenikmatan estetis dalam diri kita.
Kepercayaan
Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan disini tidak
ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib, tetapi hanyalah “keyakinan bahwa sesuatu itu
‘benar’ atau ‘salah’ atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, atau intuisi” (Hohler,
1978:48). Jadi kepercayaan dapat bersifat rasional atau irrasional. Anda percaya bahwa
bumi itu bulat, bahwa rokok itu penyebab kanker, atau bahwa kemiskinan itu karena
kemalasan. Kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam mempersepsi
kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap
terhadap objek sikap.
Kebiasaan
Komponen konatif dari faktor sosiopsikologis, seperti telah disebutkan di atas terdiri dari
kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap,
berlangsung secara otomatis tidak di rencanakan. Kebiasaan mungkin merupakan hasil
pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi
seseorang berkali-kali. Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berlainan dalam menanggapi stimulus tertentu. Kebiasaan inilah yang memberikan pola perilaku yang dapat
diramalkan.
Kemauan
Kemauan jarang dibicarakan secara khusus dalam buku-buku pengantar psikologi,
walaupun orang sering menggunakan istilah “kuat kemauan” atau “kurang kemauan.” “Den
Menschen macht siner Wille gross undklein,” ujar Heinrich Heine. Kemauanlah yang
membuat orang besar atau kecil. Kemauan erat kaitannya dengan tindakan, bahkan ada
yang mendefinisikan kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk
mencapai tujuan. Menurut Richard Dewey dan W.J. Humber, kemauan merupakan: (1) hasil
keinginan untuk mencapai tujuan tertentu yang begitu kuat sehingga mendorong orang
untuk mengorbankan nilai-nilai yang lain, yang tidak sesaui dengan pencapaian tujuan; (2)
berdasarkan pengetahuan tentang, cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan; (3)
dipengaruhi oleh kecerdasan dan energi yang diperlukan untuk mencapai tujuan; plus (4)
pengeluaran energi yang sebenarnya dengan satu cara yang tepat untuk mencapai tujuan.
Belum ada Komentar untuk "FAKTOR-FAKTOR PERSONAL YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA"
Posting Komentar