FAKTOR-FAKTOR PERSONAL YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA

Populernya Behaviorisme memporakporandakan dalil-dalil McDougall. Orang melihat faktor situasilah yang penting. Suara Ross menjadi nyaring, terutama di negeri Paman Sam, kelahiran Behaviorisme. Anda boleh jadi orang yang sangat terbuka dan berterus terang terhadap isteri Anda, tetapi berjiwa tertutup ketika Anda menjadi manajer kantor. Anda orang lemah-lembut ketika meminjam uang kepada saya, tetapi berubah menjadi “binatang buas” ketika saya tagih. Di kantor Anda dominan, keras, kepala batu, dan galak; di rumah, Anda tunduk kepada isteri Anda seperti kerbau dicocok hidung. Ternyata, situasi atau lingkungannlah yang menentukan perilaku Anda.

FAKTOR-FAKTOR PERSONAL YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA

Manakah diantara dua pendapat ini yang benar, dengan menggunakan istilah Edward E. Sampson (1976) – antara perspektif yang berpusat pada persona (persona-centeres perspective) dengan perspektif yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective). Seperti juga konsepsi tentang manusia, yang bbenar tampaknya interaksi di antara keduanya. Karena itu, kita akan membahasnya satu per satu, dimulai dengan perspektif yang berpusat pada persona.

Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. 

Secara garis besar ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Kita mulai dengan faktor yang pertama.

Faktor Biologis

Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lain. Ia lapar kalau tidak makan selama dua puluh jam, kucing pun demikian. Ia memerlukan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya, begitu pula kerbau. Ia melarikan diri kalau melihat musuh yang menakutkan, begitu pula monyet. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orangtuanya. Begitu besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologi (Wilson, 1975).

Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Program ini, disebut sebagai “epigenetic rules,” mengatur perilaku manusia sejak kecenderungan menghindari incest, kemampuan memahami ekspresi wajah, sampai kepada persaingan politik. Walaupun banyak sarjana menolak sosiobiologis sebagai determinisme biologis dalam kehidupan sosial, tidak seorang pun yang menolak kenyataan bahwa struktur biologis manusia – genetika, sistem syaraf dan sistem hormonal – sangat mempengaruhi perilaku manusia. Struktur genetis, misalnya, mempengaruhi kecerdasan, kemampuan sensasi, dan emosi. Sistem saraf mengatur pekerjaan otak dan proses pengolahan informasi dalam jiwa manusia. Sistem hormonal bukan saja mempengaruhi mekanisme biologis, tetapi juga proses psikologis.


Faktor-faktor Sosiopsikologis

Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya. Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga komponen komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen yang pertama, yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kogntif adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kita mulai dengan komponen afektif yang terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi.

Motif Sosiogenis

Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan motif primer (motif biologis), sebetulnya bukan motif “anak bawang”. Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat menentukan. Berbagai klasifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah. Abraham Maslow:
  1. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs);
  2. Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs);
  3. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs);
  4. Kebutuhan untuk pemenuhan diri (self-actualization). 

Sikap

Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan yang paling banyak didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar (Sherif dan Sherif, 1956:489). Ada pula yang melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan respons (Allport, 1924). Dari berbagai definisi kita dapat menyimpulkan beberapa hal.

Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menhhadapi objek, ide, sitausi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Jadi, pada kenyataannya tidak adaistilah sikap yang berdiri sendiri. Sikap haruslah diikuti oleh kata “terhadap”, atau “pada” objek sikap. Bila ada orang yang berkata, “sikap saya positif,” kita harus mempertanyakan “Sikap terhadap apa atau siapa?” . Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif; arinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sehingga Bem memberikan definisi sederhana: “Attitudes are likes and dislike.” (1970:14). Kelima, sikap timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karen aitu sikap dapat diperteguh dan diubah.

Emosi

Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis. Bila orang yang Anda cintai mencemoohkan Anda, Anda akan bereaksi secara emosional karena Anda mengetahui makna cemoohan itu (kesadaran). Jantung Anda akan berdetak lebih cepat, kulit memberikan respons dengan mengeluarkan keringat, dan napas terengah-engah (proses fisiologis). Anda mungkin membalas cemoohan itu dengan kata-kata keras atau ketupat bangkahulu (keperilakuan).

Emosi tidak sellau jelek. Emosi memberikan bumbu kepada kehidupan; tanpa emosi hidup ini kering dan gersang. Paling tidak, ada empat fungsi emosi (Coleman dan Hammen, 1974:462). Pertama emosi adalah pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi kita tidak sadar atau mati. Hidup berarti merasai, mengalami, bereaksi, dan bertindak. Emosi membangkitkan dan memobilisasi energi kita; marah menggerakkan kita untuk menyerang; takut menggerakkan kita untuk lari; dan cinta mendorong kita untuk mendekat dan bermesraan. Kedua, emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri kita dapat kita ketahui dari emosi kita. Jika kita marah, kita mengetahui kita dihambat atau diserang orang lain; sedih berarti kehilangan sesuatu yang kita senangi; bahagia berarti memperoleh sesuatu yang kita senangi, atau berhasil menghindari hal yang kita benci. Ketiga, emosi bukan saja pembawa informasi dalam komuniaksi interpersonal, tetapi juga pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Berbagai penelitian membuktikan bahwa ungkapan emosi dapat dipahami secara universal. Dalam retorika diketahui bahwa pembicara yang menyertakan seluruh emosinya dalam pidato dipandang lebih hidup, lebih dinamis, dan lebih meyakinkan. Keempat, emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan dan mengethuinya ketika kita merasa sehat wal afiat. Kita mencari keindahan dan mengetahui kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetis dalam diri kita.

Kepercayaan

Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib, tetapi hanyalah “keyakinan bahwa sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’ atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, atau intuisi” (Hohler, 1978:48). Jadi kepercayaan dapat bersifat rasional atau irrasional. Anda percaya bahwa bumi itu bulat, bahwa rokok itu penyebab kanker, atau bahwa kemiskinan itu karena kemalasan. Kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek sikap.

Kebiasaan

Komponen konatif dari faktor sosiopsikologis, seperti telah disebutkan di atas terdiri dari kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis tidak di rencanakan. Kebiasaan mungkin merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi seseorang berkali-kali. Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berlainan dalam  menanggapi stimulus tertentu. Kebiasaan inilah yang memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan.

Kemauan

Kemauan jarang dibicarakan secara khusus dalam buku-buku pengantar psikologi, walaupun orang sering menggunakan istilah “kuat kemauan” atau “kurang kemauan.” “Den Menschen macht siner Wille gross undklein,” ujar Heinrich Heine. Kemauanlah yang membuat orang besar atau kecil. Kemauan erat kaitannya dengan tindakan, bahkan ada yang mendefinisikan kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan. Menurut Richard Dewey dan W.J. Humber, kemauan merupakan: (1) hasil keinginan untuk mencapai tujuan tertentu yang begitu kuat sehingga mendorong orang untuk mengorbankan nilai-nilai yang lain, yang tidak sesaui dengan pencapaian tujuan; (2) berdasarkan pengetahuan tentang, cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan; (3) dipengaruhi oleh kecerdasan dan energi yang diperlukan untuk mencapai tujuan; plus (4) pengeluaran energi yang sebenarnya dengan satu cara yang tepat untuk mencapai tujuan. 

Belum ada Komentar untuk "FAKTOR-FAKTOR PERSONAL YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel